Pajak Penghasilan pasal 26
KATA PENGANTAR
Setinggi
puji sedalam syukur kehadirat Allah, karena semata atas berkat dan karunia Nya
lah akhirnya salah satu tugas mata kuliah Perpajakan II tentang Pajak
Penghasilan Pasal 26.
Adapun makalah ini berisi tentang Ketentuan pasal 26 yang mengatur pemotongan atas
pengasilan. Layaknya segala sesuatu yang ada di bumi ini, tidaklah ada yang
sempurna. Begitu juga kiranya dengan Makalah ini, masih banyak memiliki
kekurangan. Untuk itu, segala unjuk saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan. Agar dimasa yang akan datang kami bisa mempersembahkan yang lebih
baik dan lebih berguna untuk kita semua. Akan tetapi mudah-mudahan makalah ini
sedikitnya memberikan manfaat untuk kita semua. Amiiin
Medan, 1
Juni 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB
I
PENDAHULUAN
Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas sumber yang dianut dalam
ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia. Ya, berdasarkan azas sumber,
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh orang atau badan
di luar Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia. Bentuk pemajakannya
adalah dengan sistem witholding tax yang bersifat final yang diatur
dalam Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.
Dalam ketentuan
Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, terdapat empat jenis PPh Pasal
26 yaitu PPh Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), Pasal 26 ayat (2a) dan Pasal
26 ayat (4). Masing-masing jenis PPh Pasal 26 ini memiliki ruang lingkupnya
sendiri.
PPh Pasal 26 ayat (1) adalah PPh
Pasal 26 pada umumnya yaitu pemotongan PPh terhadap Wajib Pajak luar negeri
yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Bentuk penghasilan
yang dipotong pada umumnya sama dengan objek pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh
Pasal 23. Bedanya, penerima penghasilan PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar
negeri. Tulisan ini dibuat untuk menjelaskan PPh Pasal 26 ayat (1) ini
sedangkan tulisan tentang PPh Pasal 26 ayat (2), ayat (2a) dan ayat (4) sudah
saya buat di tautan berikut ini :
BAB
II
PEMBAHASAN
PAJAK
PENGHASILAN PASAL 26
Ketentuan pasal
26 Undang-undang mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di
Indonesia yang di terima atau di peroleh Wajib
Pajak luar negri (baik orang pribadi atau badan) selain Bentuk usaha tetap.
Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas sumber yang dianut dalam
ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia. berdasarkan azas sumber, penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh orang atau badan di luar
Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia. Pemotong PPh Pasal 26
2.1. Wajib Pajak PPh Pasal 26
Yang
dikenakan pemotongan PPh pasal 26 adalah
Wajib pajak luar negeri (orang pribadi atau badan) selain bentuk usaha tetap
yang menerima atau memperoleh penghasilan.
2.2. Pemotong PPh Pasal 26
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
36 Tahun 2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1) adalah :
a. Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan tentang arti Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit
untuk mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah
negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta
instansi-instansi di bawahnya.
b. Subjek Pajak Badan dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak
Penghasilan 1984, subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan
atau bertempat kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa
badan tersebut didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara
itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki
efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting
tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.
Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1)
huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
c. Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang
pribadi atau kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan.
Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang
mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar dan
lain-lain.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang
melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan
yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri,
pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban
Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5)
Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang
perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.
e. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang
ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative
Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
2.3. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 26
Jenis-jenis penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 26 sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang
Pajak Penghasilan adalah :
a. dividen;
- bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
- royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan hartai;
- imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
- hadiah dan penghargaan;
- pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
- premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
- keuntungan karena pembebasan utang
dengan nama dan dalam bentuk
apapun, yang dibayarkan, disediaan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya.
2. Penghasilan dari penjualan
atau penghasilan harta di Indonesia, yang berupa :
a. Penghasilan
mewah
b. Berlian
c. Emas
d. Intan
e. Jam
tangan
f. Barang
abtik
g. Likisan
h. Mobil
i.
Motor
j.
Kapal pesiar
k. Pesawat
terbang ringan.
Dengan nilai Rp. 10.000.000 ke
atas untuk setiap jenis transaksi. Company
3. Premi asuransi yang
dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
4. Penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara (conduit atau special purpose company) yang didirikan
atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax
haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan
atau bertempat kedudukan diindonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
5. Penghasilan kena pajak
sesudah dikurangi pajak dari suaru bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai
pajak sebesar 20 %, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.
2.4. Tarif dan Dasar Pengenaan
1.
Atas penghasilan yan berupa :
a)
dividen;
b)
bunga, termasuk premium, diskonto, dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c)
royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan hartai;
d)
imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan;
e)
hadiah dan penghargaan;
f)
pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g)
premi swap dan transaksi lindung nilai
lainnya; dan/atau
h)
keuntungan karena pembebasan utang
PPh Pasal 26 : Penghasilan Bruto x
20 %
2.
Atas pengasilan yang berupa :
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b.Premi
asuransi yang di bayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
PPh Pasal 26 : (Penghasilan Bruto x
Perkiraan Penghasilan neto) x 20 %
3.
Atas pengahasilan yang berupa penjualan
atau pengalihan saham dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20 % dari penghasilan neto
;
PPh
Pasal 26 : (Penghasilan Bruto x Perkiraan penghasilan neto) x 20 %
4.
Atas Penghasilankena pajak sesudah
dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia di kenai pajak
sebesar 20 %, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
PPh Pasal 26 : (PKP – PPh terutang)
x 20 %
Contoh Perhitungan Pemotongan PPh
Pasal 26
Thomas
adalah karyawan asing pada perusahaan PT. Dira Consult. Mike bertempat tinggal
kurang dari 183 hari. Thomas sudah beristri, dan mempunyai seorang anak dalam
bulan April 2009.Thomas memperoleh gaji USS 5.000 sebulan. Kurs yang berlkaku
adalah Rp. 10.500,- per USS 1.
Penghasilan
PPh pasal 26 :
Penghasilan
brotu berupa gaji sebulan :
5.000
x 10.500 = Rp. 52.500.000
Penerapan
Tarif :
20
% x Rp. 52,500.000 = Rp. 10. 500.000
PPh
pasal 26 atas gaji Thomas April 2009 adalah Rp. 10. 500.000
2.5.
Sifat Pemotongan
Pemotongan
PPh pasal 26 bersifat final, kecuali :
1. Pemotongangan
atas penghasila kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan
BUT di Indonesia.
2. Pemotongan
atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pesat, sepanjang terdapat hubungan efetif antara BUT dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan yang di maksud
3. Pemotongan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar
negeri yang berubah status menjadi Waib Pajak dalam negeri atu BUT.
0 Response to "Pajak Penghasilan pasal 26"
Posting Komentar