NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peraturan
perundang-undangan perpajakan yang mengatur ketentuan umum dan tata cara
perpajakan yang berlaku sejak 1 januari 1984 adalah Undang-Undang nomor 6 tahun
1983 ini dilandasi filsafah pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, yang
didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga Negara dan
menempatkan kewajiban kenegaraan.
Undang-Undang
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan ini pada perinsipnya berlaku
bagi undang-undang pajak materil.,kecuali apabila dalam undang-undang pajak
yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakannya.
Adanya
system, mekanisme dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang
sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan undang-undang pajak ini dengan
tetap menganut self accessment. Dengan
berpegang teguh pada perinsip kepastian hokum, keadilan, dan kesederhanaan arah
dan tujuan perubahan undang-undang tentang ketentuan hukum dan tata cara
perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
1.
Meningkatkan
efisinsi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan Negara
2.
Meningkatkan
pelayanan, kepastian hokum, dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya
saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha
kecil dan menengah.
3.
Menyesuaikan
tuntutan perkembangan social-ekonomi serta perkembangan dibidang teknologi
informasi.
4.
Meningkatkan
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
5.
Menyederhanakan
prosedur administrasi perpajakan.
6.
Meningkatkan
penerapan prinsip self assessment secata accouttable dan konsisten dan.
7.
Mendukung
iklim usaha kea rah yang lebih kondusif dan kompetitif.
Dengan dilaksanakannya kebijakan
pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Negara dalam jangka
menengah dan panjan deiring dengan meningkatnya kepatuhan sukarela dan
membaikkan iklim usaha. Pda uraian berikut disampaikan hal yang mendasari Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP).
BAB II
PENBAHASAN
a.
Pengertian NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak biasa disingkat dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
b.
Fungsi NPWP
·
Tanda pengenal diri atau Identitas Wajib
Pajak (WP) dalam melaksanakan hak dan kewajiban
·
perpajakannya. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
·
Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan
pengawasan administrasi perpajakan.
c. Pendaftaran Untuk Mendapatkan NPWP
1.
Berdasarkan sistem self assessment setiap WP
wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, untuk
diberikan NPWP.
2.
Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula
terhadap wanita
kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hakim
atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan
dan harta.
3.
Wajib
Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal,
selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
4.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan
memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan
berikutnya.
·
WP Orang Pribadi lainnya yang memerlukan NPWP
dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.
d. Tata cara Pendaftaran NPWP
Untuk mendapatkan NPWP
Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung
atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan
Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan:
- Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan: Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia atau foto kopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.
- Untuk WP Orang Pribadi Usahawan :
1.
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau
fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing;
2.
Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang minimal Lurah
atau Kepala Desa.
- Untuk WP Badan :
1.
Fotokopi akte pendirian dan perubahan
terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT;
2.
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau
fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang
pengurus aktif;
3.
Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari
instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
- Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/ Pemotong:
1.
Fotokopi KTP bendaharawan;
2.
Fotokopi surat penunjukkan sebagai
bendaharawan.
- Untuk Joint Operation sebagai wajib pajak Pemotong/pemungut:
1.
Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint
operation;
2.
Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint
operation;
3.
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau
fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang
pengurus joint operation.
- Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan foto kopi surat keterangan terdaftar.
- Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.
e.
Wajib Pajak Pindah
Dalam hal WP pindah
domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, WP melaporkan diri ke KPP lama maupun
KPP baru dengan ketentuan:
1. Wajib
Pajak Orang Pribadi Usahawan Pindah tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas adalah surat keterangan tempat tinggal baru atau tempat
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari instansi yang berwenang
(Lurah atau Kepala Desa)
2. Wajib
Pajak Orang Pribadi Non Usaha, Surat keterangan tempat tinggal baru dari Lurah
atau Kepala Desa, atau surat keterangan dari pimpinan instansi perusahaannya.
3. Wajib
Pajak Badan,
Pindah tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha adalah surat keterangan
tempat kedudukan atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala Desa.
f.
Penghapusan NPWP dan Persyaratannya
- WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotokopi akte kematian atau laporan kematian dari instansi yang berwenang;
- Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil;
- Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris;
- WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
- Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
- WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
g. Penerbitan NPWP Secara Jabatan
Pengaturan
masalah penerbitan NWP secara jabatan (peraturan direktorat jendral pajak no
kep 144/pj./2005) telah dikeluarkan peraturan direktur jendral pajak nomor kep
47/pj./2006 tanggal 25 april 2006. Sebelum undang-undang KUP diperbaharui
penerbitan NPWP yang dapat dilakukan tanpa mengajukan permohonan tetap NPWP
dapat di terbitkan secara jabatan telah di uarikan di atas yang dalam
plaksanaannya kemungkinan timbul sanggahan dating dari pihak yang menerima NPWP
secara jabatan dan untuk menghindari terjadinya permasalahan dengan wajb pajak
sepertiNPWP ganda serta memberikan keadilan bagi wajb pajak perlu mengatur tata
cara penerbitan NPWP secara jabatan. Penagturan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.
Wajib
pajak dapat menyampaikan sanggahan kepada direktur jendral pajak melalui pos
tercatat atas penerbitan NPWP secara jabatan dalam hal :
a.
Wajib
pajak telah memiliki NPWP.
b.
Wajib
pajak orang pribadi meninggal dunia.
c.
Wanita
kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
d.
Wajib
pajak sesuai dengan ketentuan Undang_Undang perpajakan tidak wajib mempunyai
NPWP.
2.
Wajib
pajak sebagaimana disebut diatas mengajukan sanggahan, maka sanggahan
disamapaikan dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan oleh direktur
jenderal pajak.
3.
Sedangkan
untuk wajib pajak sebagaimana disebut diatas (tidak wajib NPWP), sanggahan
disampaikan dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh direktur jendral
pajak.
4.
Khusus
wajib pajak orang pribadi yang meninngal dunia, sanggahan disampaikan oleh ahli
waris.
5.
Sanggahan
dapat diterima dapat juga ditolak. Apabila sanggahan diterima, maka direktur
jendral pajak Harus menyelesaikan dalam jangka waktu 14 hari.
6.
Apabila
sanggahan wajib pajak atau ahli warisnya ditolak oleh direktur jendral pajak,
maka diterbitkan surat penberitahuan.
h. Sanksi yang berhubungan dengan NPWP
Sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Undang-Undanng Nomor 28 Tahun 2007 tantang perunahan ke tga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan hokum dan tata cara perpajakan bahwa bagi wajib pajak dengan sengaja tdak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan hak tanpa NPWP, pengukuhan PKP, sehingga dapat menimbilkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dengan pidana penjara paling singakat 6 bulandan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kutang bayar.
Kemungkinan dapat terjadi Wajib Pajak atau seseorang melakukan lagi tandak pidana dibidang perpajakan sebagai mana dimaksud dalam pasal 39 Undang-Undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah sebagai berikut:
Setiap seorang dengan sengaja :
7. Tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan NPWP.
8. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan.
9. Menyampaikan surat pemberitahuan yang isinya tidak benar.
10. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan.
11. Memperhatikan pembukuan, pencatatan, atau dikumen lain yang palsu atau dipalsukan.
12. Tidak menyelenggarakan pembukuan, tidak memperlihatkan catatan atau dokumen lainnya.
13. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong.
Sebagai konsekwensinya terhadap wajib pajak tersebut dikenakan sanksi pidana 2 kali lipat, apabila pengulangan pembuatannya sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainnya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. Pengenaan sanksi yang lebih berat lagi dimaksudkan untuk mencegah terjadinnya opengulangan tindak pidana di bidang perpajakan.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak
mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak, sehingga
dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
NPWP merupakan suatu yang harus dimiliki
oleh orang/badan yang tergolong wajib pajak. Hal tersebut telah diatu pada
Persyaratan untuk memperoleh NPWP diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak PER-160/PJ./2007 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan
Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta
Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Jadi dalam peraturan
ini mengatur mengenai NPWP dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
0 Response to "NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)"
Posting Komentar