AKUNTANSI PUBLIK
AKUNTANSI PUBLIK
SEJARAH AKUNTAN PUBLIK DI INDONESIA
Profesi akuntan telah dimulai sejak abad ke-15 walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Pada abad ke-15 di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa apakah ada kecurangan yang terdapat di pembukuan atau di laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta. Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola/ dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif yang mungkin dapat merugikan pemilik dana. Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan/ laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana. Pihak itulah yang kita kenal sebagai Auditor.
Kemunculan akuntasi
sektor publik ini dipengaruhi karena adanya interaksi sosial antara masyarakat
dan kekuatan sosial. Kekuatan sosial ini diwujudkan kedalam suatu pemerintahan.
Organisasi sektor publik ini dapat diklasifikasikan dalam :
1. Semangat Kapitalisasi (Capitalistm Spirit)
2. Peristiwa Politik dan Ekonomi (economic and politic even)
3. Inovasi Teknologi (Technology Inovation)
PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTAN
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Baily, perkembangan profesi akuntan dapat dibagi ke dalam 4 periode yaitu:
1. Pra Revolusi Industri
Sebelum revolusi industri, profesi
akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika ataupun di Inggris. Namun
terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang dapat disamakan dengan
fungsi pemeriksaan.
Misalnya di zaman dahulu dikenal
adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan independen. Mereka bekerja
untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk
menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan.
Hasil kerja kedua juru tulis ini kemudian dibandingkan, dari hasil perbandingan tersebut jelas sudah terdapat fungsi audit dimana pemeriksaan dilakukan 100%. Tujuan audit pada masa ini adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik dana.
2. Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Hasil kerja kedua juru tulis ini kemudian dibandingkan, dari hasil perbandingan tersebut jelas sudah terdapat fungsi audit dimana pemeriksaan dilakukan 100%. Tujuan audit pada masa ini adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik dana.
2. Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Sebagaimana pada periode sebelumnya
pendekatan audit masih bersifat 100% dan fungsinya untuk menemukan kesalahan
dan penyelewengan yang terjadi. Namun karena munculnya perkembangan ekonomi
setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal, faktor produksi, serta
organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal.
Sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan.
Umumnya pihak yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini adalah pemilik dan kreditur.
Sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan.
Umumnya pihak yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini adalah pemilik dan kreditur.
Secara resmi di Inggris telah
dikeluarkan undang-undang Perusahaan tahun 1882, dalam peraturan ini diperlukan
adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksan independen untuk perusahaan
yang menjual saham. Inilah asal mula profesi akuntan secara resmi.
3. Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul
perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan
kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan
dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai menggunakan pemeriksaan
secara testing/ pengujian karena semakin baiknya sistem akuntansi/ administrasi
pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan
penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi tetapi
juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan. Pada masa ini yang membutuhkan jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik
dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak.
4. Tahun 1930 – Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan bisnis
terus merajalela, demikian juga perkembangan sistem akuntansi yang menerapkan
sistem pengawasan intern yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi berubah dari
pengujian dengan persentase yang masih tinggi menjadi persentase yang lebih kecil
(sistem statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran
tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari
Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang membutuhkan laporan akuntanpun menjadi bertambah
yaitu: pemilik, kreditor, pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan
kelompok-kelompok lainnya seperti peneliti, akademisi dan lain-lain.
Peran besar akuntan dalam dunia
usaha sangat membantu pihak yangmembutuhkan laporan
keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini
menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan hukum tentang perusahaan Amerika yang
menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya
oleh auditor independen dari Certified Public Accounting Firm
(kantor akuntan bersertifikat).
Namun pada tahun 2001 dunia akuntan dikejutkan dengan berita terungkapnya kondisi keuangan Enron Co. yang dilaporkannya yang terutama didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Para analis pasar mengira bahwa sukses kinerja keuangan Enron di masa lalu hanyalah hasil rekayasa keuangan Andersen sebagai auditornya.
Namun pada tahun 2001 dunia akuntan dikejutkan dengan berita terungkapnya kondisi keuangan Enron Co. yang dilaporkannya yang terutama didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Para analis pasar mengira bahwa sukses kinerja keuangan Enron di masa lalu hanyalah hasil rekayasa keuangan Andersen sebagai auditornya.
Kepercayaan terhadap akuntan mulai
merosot tajam pada awal tahun 2002, hal ini membuat dampak yang sangat besar
terhadap kantor akuntan lain. Untuk mencegah hal yang lebih parah, pemerintah
AS pada saat itu segera mengevaluasi hampir semua kantor akuntan termasuk “the
big four auditors”. Walaupun masih mendapat cacian dari berbagai kalangan, para
akuntan berusaha untuk memulihkan nama mereka, salah satu caranya adalah dengan
mematuhi kode etik akuntan.
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2
periode yaitu:
1) Periode Kolonial
1) Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial
Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan
beberapa akuntan Indonesia. Pada
waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku
diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal
pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2) Periode Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan mengenai perkembangan
akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu:
Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada periode I telah ada jasa
pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan
oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya
pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan
penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem
administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang
yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin
besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan
berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan. Padahal,
pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan
oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi
negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan
dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan
yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah adanya Undang-Undang No. 34
tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi
akuntan dan auditor di Indonesiaberjalan
lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan
namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan
ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara
meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama
Direktorat Akuntan Negara. Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin
bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal
Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada
waktu itu para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri
kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada. Profesi akuntan
publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya
perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan
nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan
secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada
umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik
jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh akuntan publik.
Periode III [tahun 1973 – 1979]
Periode III [tahun 1973 – 1979]
M. Sutojo pada Konvensi Nasional
Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya
mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa
profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan
Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)
dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di
Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma
ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar
kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Dalam
kongres tersebut disahkan pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah
profesi akuntan publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan
kelengkapan perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan
menjadi lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan
pasar uang di Indonesia. Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia
dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama
kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia,
kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika
dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari
masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang
begitu besar terhadap profesi akuntan publik. Menurut Katjep dalam “The
Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia” yang
dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa profesi
akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan
(unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan
sahamnya di pasar modal. Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan
publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang
bernaung di bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi
akuntan publik, adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik.
Sophar Lumban Toruan pada tahun 1989 mengatakan bahwa pertambahan jumlah
akuntan yang berpraktek terus meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak
Departemen Keuangan dengan IAI membuat pernyataan bersama yang mengatur hal-hal
berikut:
a) Kesepakatan untuk pemakaian PAI
dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
b) Kepada wajib pajak badan
dianjurkan agar laporan keuangan diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik
sebelum diserahkan kepada Kantor Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan
Pajak). Laporan tersebut akan dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
c) Kalau terjadi penyimpangan etika
profesi (professional conduct) oleh seorang akuntan publik, akan dilaporkan
oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang berguna dalam
memutuskan pengenaan sanksi. Kesepakatan ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi
Presiden No. 6 tahun 1979 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal
27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada
pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat
keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan
pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang
perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan
keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan
sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode ini merupakan periode suram
bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun
setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak
memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan
malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama
dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan
publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan oleh perusahaan
atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan keuangan yang diserahkan ke
kantor inspeksi pajak.
Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode ini dapat dilihat sebagai
periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik.
PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada
tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986. Setelah
melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap
masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi
tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan
No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang
pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin
praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta
sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada kauntan publik yang melanggar
persyaratan praktik akuntan publik. Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut
dibuktikan pula sekali lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada
pengembangan profesi akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan
profesi pada kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang
perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali
mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala
(tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan cabang harus
memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu bukan kepada kantor;
pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan kehormatan IAI; pemohon harus
anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada akuntan asing. Pada tahun 1988
diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan
Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal
yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang
bertujuan:
a) Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
b) Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan public
mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai
manajemen KAP.
c) Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia
untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik
dan membantu pelaksanaannya.
d) Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP Sebelum diterbitkan
Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut, pada tahun 1987 profesi akuntan
publik telah mendapatkan tempat terhormat dan strategis dari pemerintah yaitu
dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
859/KMK.01/1987 tentang Emisi Efek melalui Bursa yang telah menentukan bahwa:
1. Untuk melakukan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan,
antara lain: mempunyai laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan
publik/akuntan negara untuk dua tahun buku terakhir secara berturut-turut
dengan pernyataan pendapat “wajar tanpa syarat” untuk tahun terakhir.
2. Laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus
disusun sesuai dengan PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan publik/
akuntan negara.
3. Jangka waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin
emisi efek
tidak boleh melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
tidak boleh melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
Periode VI [tahun 1990 – sekarang]
Dalam periode ini profesi akuntan
publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar
modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang
dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan
tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di
samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik
juga sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan
manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong
berkembangnya profesi adalah:
1. Tumbuhnya pasar modal
2. Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun nonbank.
3. Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4. Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan Perekonomian.
2. Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun nonbank.
3. Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4. Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan Perekonomian.
Pada awal 1992 profesi akuntan
publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk
melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha
kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun
1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus
diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
I. Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
II. Makin baiknya transportasi dan komunikasi
III. Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
IV. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
I. Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
II. Makin baiknya transportasi dan komunikasi
III. Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
IV. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut
akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan:
a) Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
b) Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuaen.
c) Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang.
a) Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
b) Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuaen.
c) Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang.
BERBAGAI JASA YANG DIHASILKAN OLEH
PROFESI AKUNTAN PUBLIK
1.
Jasa Assurance
Jasa assurance adalah jasa
profesional independent yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil
keputusan. Pengambil keputusan memerlukan informasi yang handal dan relevan
sebagai basis untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, mereka mencari jasa
assurance untuk meningkatkan mutu informasi yang akan dijadikan sebagai basis
kebutuhan yang akan mereka lakukan. Profesional yang menyediakan jasa assurance
harus memiliki kompetensi dan independensi berkaitan dengan informasi yang
diperiksanya.
Sejak tahun 1994, profesi akuntan
publik Indonesia menyediakan jasa assurance tenteng perkiraan keuangan. Di masa
depan ini, kebutuhan masyarakat akan jasa assurance tentang pengendalian web
site semakin meningkat, dan profesi akuntan publik dapat memenuhi kebutuhan
jasa tersebut.
2.
Jasa Atestasi
Salah satu tipe jasa assurance yang disediakan oleh profesi akuntan
publik adalah jasa atestasi. Atestasi adalah suatu pernyataan pendapat atau
pertimbangan orang yang independen dan kompeten, tentang apakah asersi suatu
entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria tang telah
ditetapkan. Asersi adalah pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara
implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihaklain (pihak ketiga). Untuk
laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan manajemen bahwa laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (generally accepted accounting
principle). Jasa atestasi profesi akuntan publik dapat dibagi menjadi empat
jenis yaitu :
a. Auditing
b. Pemeriksaan
c. Review
d. Prosedur yang disepakati.
3. Jasa nonassurance
Jasa nonassurance adalah jasa yang
dihasilkan oleh akuntan publik yang
didala konsultasi.mnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan jenis Jasa nonassurance yang dihasilan oleh akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, dan jasa konsultasi.
didala konsultasi.mnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan jenis Jasa nonassurance yang dihasilan oleh akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, dan jasa konsultasi.
Jasa konsultasi diatur dalam Standar Jasa Konsultasi. Jasa
konsultasi dapat meliputi jasa-jasa berikut ini:
a. Konsultasi ( consultations )
b. Jasa pemberian saran profesional
(advistory services)
c. Jasa implementasi
d. Jasa transaksi
e. Jasa penyediaan staf dan jasa
pendukung lainnya.
f. Jasa produk.
C. DEFENISI AUDITING
Secara
umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan
kejadian ekonomi dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
penyampaian hasil-hasil kepada pemakai yang berkepentingan.
Defenisi auditing secara umum tersebut memiliki unsur-unsur
penting berikut ini :
a.
Suatu proses sistematik
b. Untuk memperoleh dan dan
mengevaluasi bukti secara objektif
c. Pernyataan mengenai perbuatan dan
kejadian ekonomi
d. Menetapkan tingkat kesesuaian.
e. Kriteria yang telah ditetapkan
f. Penyampaian hasil
g.
Pemakai yang berkepentingan.
2. Auditing Ditinjau dari Sudut Profesi Akuntan Publik
Ditinjau
dari Sudut Profesi Akuntan Publik, auditing pemeriksaan (examination) secara
objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan
tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara
wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan
atau organisasi tersebut.
3.
Peran Profesi Akuntan Publik Bagi Suatu Negara
Agar mesin perekonomian suatu negara
dapat menyalurkan dana masyarakat ke dalam usaha-usaha produktif yang
beroperasi secara efisien maka dalam perekonomian perlu disediakan informasi
keuangan yang handal yang memungkinkan para investor memutuskan ke usaha-usaha
apa dana mereka akan diinvestasikan. Dana yang berada di tangan masyarakat akan
ditarik oleh perusahaan yamg mampu menghasilkan kembalian (return) terbesar
atas investasi dan yang memiliki kondisi keuangan yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. (2002). Auditing. Edisi ke
-6. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Santoso, Kanto,dkk, (2004). Bukti Audit dan Kertas Kerja Audit,
Jakarta, Elek Media Komputindo.
Sukrisno, Agoes, (2002), Auditing, Jakarta, LP FEUL.
www.googgle.com
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah kelompok kami ini dapat terselesaikan.
kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah membantu saya mengerjakan makalah
ini. Dan juga kepada teman-teman saya yang memberi motivasi dan arahan dalam
keberlangsungan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan baik dalam penulisan dan isi. Untuk itu, kami mohon masukan dan
kritikan yang membangun demi kesempunaan makalah ini. Dan semoga berguna
sebagai informasi bagi mahasiswa khususnya kelompok kami sendiri.
0 Response to "AKUNTANSI PUBLIK"
Posting Komentar