ORGANISASI NONLABA NONPEMERINTAHAN


Organisasi nirlaba adalah merupakan bagian dari organisasi non komersial (sektor publik). Organisasi ini biasanya didirikan oleh masyarakat, baik dalam bentuk yayasan, organisasi non-profit (Lembaga Swadaya Masyarakat), partai politik, maupun organisasi keagamaan. Secara operasional organisasi ini tidak mencari laba dan tidak diselenggarakan oleh pemerintah. Pengelolanya adalah orang-orang yang dipercaya oleh masyarakat, dan pemiliknya adalah masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka karakteristik dari organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Suatu entitas nirlaba (1) menerima kontribusi sumber daya dalamjumlah yang signifikan dari pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan imbalan yang setimpal, (2) dijalankan dengan tujuan selain untuk menyediakan barang danjasa untuk memperoleh laba, dan (3) tidak memiliki bagian kepemilikan seperti halnya dalam perusahaan bisnis biasa.
Identifikasi ini perlu untuk kita lakukan, karena  pada kenyataanya organisasi sektor publik (terutama organisasi nirlaba) juga bisa menawarkan produk/jasa yang berbeda dengan organisasi bisnis.
  1. Standar Akuntansi yang Berlaku untuk Organisasi Nirlaba
Organisasi nirlaba menggunakan basis akuntansi akrual untuk mengakui pendapatan dan bebannya.
Aktiva bersih dikelompokkan dalam 3 kategori yang masing-masing tergantung pada ada tidaknya pembatasan:
·        Aktiva bersih terikat permanen adalah bagian dari aktiva bersih yang penggunaannya dibatasi oleh donatur (donor-imposed stipulation) yang tidak memiliki pembatasan waktu dan tidak dapat dipindahkan oleh organisasi.
·        Aktiva bersih terikat temporer adalah bagian dari aktiva bersih yang penggunaanya dibatasi oleh donatur (donor-imposed stipulation) yang memiliki pembatasan waktu atau dapat dipindahkan oleh organisasi dengan melakukan stipulation (pembatasan penggunaan).
·         Aktiva bersih tidak terikat adalah bagian dari aktiva bersih yang tidak dibatasi penggunaanya oleh donatur
Dengan demikian aktiva bersih organisasi, pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian dikelompokkan menurut ketiga jenis aktiva bersih. Pembagian aktiva bersih dalam tiga kategori tersebut merupakan bentuk penyajian paling utama untuk organisasi nirlaba.

  1. Prinsip-prinsip pengukuran
Organisasi nirlaba mengukur kontribusi pada nilai wajar. Nilai wajar yang terbaik adalah harga pasar untuk aktiva non moneter maupun non-moneter. Metode penilaian lain yang bisa digunakan mencakup harga pasar yang dikutip untukaktiva yang sejenis atau penialain independen.Jika tidak dapat ditentukan, maka kontribusi tidak boleh diakui.
  1. Pencatatan Akuntansi pada Organisasi Nirlaba
            Pada dasarnya, praktek akuntansi untuk organisasi nirlaba tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis. Hal ini terlihat jelas bahwa aturan akuntansi organisasi nirlaba diatur sebagai bagian dari PSAK no. 45: Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba. Jadi, lebih tepatnya yang diatur adalah pelaporannya, teknis akuntansinya diatur secara mandiri diserahkan kepada entitas masing-masing. Dengan bentuk pelaporan yang sudah diatur dalam PSAK 45, secara tidak langsung pencatatan transaksi akan dibuat oleh entitas mengikuti format laporan yang telah ada.
            Prinsipnya, pencatatan transaksi organisasi nirlaba dari penerimaan kas, pengeluaran kas, pembelian, penjualan produk/jasa, penyusutan dan transkasksi reguler lainnya tidak ada perbedaan dengan organisasi bisnis, namun yang membuat berbeda adalah organisasi nirlaba tidak ada pihak yang menjadi pemilik, sehingga tidak ada transaksi yang berhubungan dengan perubahan kepemilikan, atau tidak adanya alokasi dana/sumber daya hasil likuidasi ke orang-orang tertentu.
            Organisasi nirlaba menghasilkan produk/jasa tidak untuk bertujuan mencari laba dan seandainya entitas tersebut menghasilkan laba, tidak akan pernah ada transaksi yang berhubungan dengan pembagian laba kepada pendiri atau pihak-pihak yang mengklaim sebagai pemilik.
            Secara teknis pencatatan organisasi nirlaba bisa dilakukan dengan cash basis, accrual basis, maupun modified accrual basis. Berikut ini akan disajikan beberapa contoh transaksi yang terjadi di organisasi nirlaba.

II. MANAJEMEN SEKOLAH
Meskipun sekolah bukan organisasi bisnis namun sekolah perlu memiliki laporan keuangan. Manfaat umum laporan keuangan bagi sekolah adalah :
  1. Memastikan keberlangsungan sekolah di masa depan
  2. Mengukur kinerja pengelola sekolah
Laporan keuangan yang saat ini umum disusun oleh sekolah, yaitu laporan realisasi anggaran tidaklah cukup. Laporan realisasi anggaran tidak mencerminkan semua kekayaan dan kewajiban yang dimiliki oleh sekolah. Contohnya adalah realisasi anggaran tidak memberikan informasi yang cukup tentang jumlah dan nilai inventaris, nilai tunggakan SPP siswa ataupun kewajiban-kewajiban jangka pendek ke pihak ketiga. Laporan realisasi anggaran juga tidak memberikan gambaran yang memadai untuk hibah atau sumbangan multi tahun. Apabila ada sisa hibah yang sebenarnya adalah alokasi untuk tahun mendatang bagaimana kita menempatkan di dalam laporan realisasi anggaran? Belum lagi kesulitan pengelola keungan untuk membuat laporan realisasi anggaran sekaligus laporan LPJ dari proyek. Apakah LPJ Proyek perlu di masukkan dalam laporan realisasi anggaran umum atau dilaporkan terpisah?
Masalah-masalah tersebut coba dipecahkan dengan menyusun laporan keuangan yang komprehensif. Beberapa sekolah telah mencoba menyusun laporan keuangan, namun sayangnya mereka menyusun laporan keuangan tersebut dengan mengacu pada organisasi bisnis, sehingga berisi Neraca, Laba Rugi dan Arus Kas. Ada perbedaan mendasar antara organisasi bisnis dan nirlaba. Organisasi Nirlaba memiliki kharakteristik yang berbeda dengan organisasi bisnis yaitu:
  1. Sumber daya entitas nirlaba berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
  2. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan jika entitas nirlaba menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas nirlaba tersebut.
  3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada entitas bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam entitas
  4. nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas nirlaba pada saat likuidasi atau pembubaran entitas nirlaba.
Sehingga sekolah sebagai organisasi nirlaba memerlukan Standar AKuntansi khusus. Ikatan Akuntan Indonesia telah menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi No 45 sebagai pedoman penyusunan laporan keuangan, termasuk berlaku juga untuk sekolah.

II. MANAJEMEN PERGURUAN TINGGI

Meskipun banyak keberhasilan yang telah dicapai dalam membuka akses yang lebih luas ke pendidikan tinggi, upaya untuk mengembangkan satu sistem nasional pendidikan tinggi telah menimbulkan akibat-akibat yang negatif. Secara perlahan-lahan namun pasti, kecenderungan tentang terjadinya sentralisasi yang berlebihan pada pemerintah pusat telah dirasakan pada hampir semua aspek manajemen pendidikan tinggi. Beberapa prakarsa yang mengarah pada reformasi manajemen pendidikan tinggi di masa lalu terhenti di tengah jalan karena tidak dicapainya kesepakatan tentang dari titik mana langkah itu harus dimulai. Dalam banyak kasus, adanya ketidakpercayaan timbal balik antara otoritas pusat di satu pihak dengan pihak perguruan tinggi di pihak lain menjadi kendala yang utama.
Perguruan tinggi negeri berada di bawah naungan Depdiknas dan mereka harus tunduk pada peraturan-peraturan yang berlaku seragam untuk semua lembaga atau instansi pemerintah. Perlakuan seperti ini telah menimbulkan banyak pengaruh yang negatif terhadap kehidupan perguruan tinggi.

Perguruan tinggi yang berstatus BHMN merupakan organisasi nirlaba, karena keuntungan yang diperolehnya harus diinvestasikan kembali untuk mendukung kegiatan pendidikan dan penelitian. Organisasi nirlaba atau organisasi sosial adalah organisasi yang didirikan bukan terutama untuk mencari keuntungan bagi pendirinya. Sebagai organisasi nirlaba, perguruan tinggi memperoleh berbagai kemudahan, misalnya bebas pajak dan menjadi sasaran bantuan dari para dermawan. Karena itu, upaya perguruan tinggi untuk meningkatkan kemandirian finansialnya tidak boleh menjadikan institusi ini sebagai suatu lembaga komersial yang tujuan utamanya mencari keuntungan. Kemandirian finansial dapat dicapai melalui diversifikasi sumber-sumber pendapatannya. Untuk perguruan tinggi negeri, kemandirian finansial berarti bahwa perguruan tinggi harus dapat memanfaatkan potensinya untuk menghimpun pendapatan dari sumber-sumber nonpemerintah. Dipihak lain, untuk perguruan tinggi swasta, kemandirian finansial berarti mengurangi ketergantungannya yang berlebihan kepada uang SPP dari mahasiswa, dengan cara mengusahakan dana dari sumber-sumber lain.

Organisasi nirlaba memerlukan manajemen karena didalamnya ada sejumlah sumber daya yang harus digunakan untuk mencapai tujuannya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Perguruan tinggi yang berstatus BHMN yang merupakan organisasi nirlaba menghadapi pula keterbatasan sumber daya, memerlukan marketing, seringkali menghadapi persaingan, memerlukan efisiensi dan efektivitas kerja, dan sebagainya seperti perusahaan biasa. Organisasi nirlaba seringkali dihadapkan pada kenaikan biaya terus-menerus, penerimaan sumbangan dan donasi yang relatif makin mengecil, dan kompetisi organisasi perusahaan yang masuk bidang sosial. Oleh karena itu, mereka seringkali terpaksa mencari pemecahan dengan melakukan usaha lain yang mendatangkan pendapatan untuk menunjang kegiatan utamanya, yaitu kegiatan sosial.

Selanjutnya, suatu organisasi sosial sering harus mengelola beberapa kegiatan usaha yang mendatangkan keuntungan. Maka, organisasi membutuhkan manajemen untuk usaha yang mendatangkan keuntungan dan manajemen untuk usaha sosial. Mereka memerlukan keterampilan manajemen untuk mencegah jangan sampai usaha bisnis yang mendatangkan keuntungan justru menenggelamkan usaha sosial utamanya.
  1. Perguruan tinggi dapat meningkatkan kapasitas manajemen dan perencanaan dengan cara mengembangkan suatu sistem informasi yang terandal;
  2. melakukan serangkaian latihan manajemen bagi para stafnya;
    mengembangkan kemampuan kewirausahaan dan sadar-biaya;
  3. mengembangkan mekanisme pendanaan internal yang berbasis-kinerja;
    menghitung dan mengembangkan suatu biaya satuan (unit cost) yang acceptable untuk setiap program studi, termasuk identifikasi dan kalkulasi tentang pendapatan dari sumber-sumber lainnya;
  4. mengembangkan suatu sistem insentif untuk mendorong kolaborasi antarfakultas, antarjurusan, dan antarpusat, dan antarunit pelaksana teknis dalam bentuk joint degree program, penelitian yang ditangani bersama (joint research), pemanfaatan bersama sumber daya dan keahlian yang dimiliki (resource and expertise sharing), dan memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada para mahasiswa untuk bergerak antarunit maupun lintas program studi;
  5. mengembangkan manajemen personalia berdasarkan prestasi, termasuk menerapkan sistem insentif dan disinsentif.
    Peningkatan kapasitas manajemen dan perencanaan dengan cara-cara yang telah disebutkan harus dilaksanakan secara profesional karena pendidikan tinggi sebagai suatu industri pengembangan sumber daya manusia memerlukan pengelolaan yang handal untuk mencapai tujuannya. Ketiadaan tenaga-tenaga manajer pendidikan profesional mengharuskan kita mengadakan terobosan-terobosan untuk membawa pendidikan tinggi itu sejalan dengan langkah-langkah pendidikan yang semakin cepat.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

LEASING

DASAR-DASAR LEASING
Lease adalah perjanjian kontraktual antara lessor dan lesse yang memberikan hak kepada lesse untuk menggunakan properti tertentu, yang dimiliki oleh lessor, selama periode waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang (sewa) yang sudah ditentukan, yang umumnya dilakukan secara periodik. Unsur penting dari perjanjian lease adalah bahwa hak kepemilikan lessor atas properti yang dilease menjadi berkurang.
Pembayaran sewa dapat dilakukan dari tahun- ketahun dalam jumlah yang meningkat atau menurun; sementara nilainya dapat ditetapkan terlebih dahulu atau dapat bervariasi dengan penjualan, suku bunga utama, indeks harga konsumen, atau beberapa faktor lainnya. Umumnya jumlah sewa ditetapkan sedemikian rupa sehingga lessor dapat menutup biaya aktiva itu ditambah pengembalian yang wajar selama masa lease.
Kewajiban untuk pajak, asuransi, dan pemeliharaan dapat dibebankan baik kepada lessor maupun lessee.,atau dapat dibagi antara kedua belah pihak. Pembatasan  yang dapat diperbandingkan dengan perjanjian obligasi dapat membatasi aktivitas lessee dalam hal pembayaran deviden atau penambahan hutang dan kewajiban lease demi melindungi lessor dari default atas semua itu. Kontrak lease mungkin bersifat tidak dapat dibatalkan atau mungkin memberikan hak untuk dibatalkan lebih cepat lessee tidak dapat membeyar lease, lease berkewajiban untuk membayar seluruh pembayaran di masa depan secara langsung, memperoleh hak kepemilikan properti sebagai pertukaran; atau lessor dapat mempunyai hak untuk menjual kepada pihak ketiga dan menagih dari lessee semua atau sebagian perbedaan harga jual dengan biaya lessor yan g belum tertutupi.
Berbagai alternatif bagi lessee pada saat kontrak berakhir dari tidak adanya hak untuk membeli aktiva yang dilease pada nilai pasar wajar atau hak untuk memperbaharui atau membeli pada harga nominal. 
Keunggulan Lease
1.  Pembiayaan 100% dengan suku bunga tetap.
Lease sering ditandatangani tanpa membutuhkan uang muka dari lessee, yang membantu menghemat dana kas yang terbatas – khususnya sangat diinginkan oleh perusahaan baru dan sedang berkembang. Selain itu, pembayaran lease juga sering bersifat tetap, sehingga melindungi lessee dari inflasi dan meningkatnya biaya uang.
2.  Proteksi terhadap keusangan.
Peralatan yang dilease dapat mengurangi resiko keusangan bagi lessee, dan dalam banyak kasus pemindahan resiko nilai residu kepada lessor.
3.  Fleksibilitas.
Perjanjian lease memiliki lebih sedikit batasan-batasan bila dibandingkan dengan perjanjian hutang lainnya,. Lessor yang inovatif mampu membuat perjanjian lease disesuaikan dengan kebutuhan khusus lessee.
4.  Pembiayaan yang lebih murah.
Beberapa perusahaan menyadari bahwa pembiayaan dengan lease ternyata lebuh murah dari pada jenis pembiayaan lainnya.
5.  Masalah pajak minimum alternatif.
Perusahaan harus membayar yang lebih tinggipajak reguler atau AMT. Karena kepemilikan peralatan mengakibatkan naiknya AMTI, dan pada akhirnya, kewajiban pajak minimum alternatif yang melebihi kewajiban pajak reguler, maka perusahaan sering menggunakan leasing untuk menghindari peraturan pajak yang memberatkan.
6.  Pembiayaan di luar neraca.
Beberapa lease tidak mengakibatkan bertambahnya hutang pada neraca atau mempengaruhi rasio keuangan, tetapi dapat menambah kemampuan perusahaan untuk melakukan pinjaman.

Sifat Lease (Nature of Leases)
·           Ketentuan pembatalan (Cancellation provisions)
       Sifatnya tidak dapat dibatalkan.

·           Periode lease (lease Term)
Periode waktu mulai dari awal hingga akhir lease. Tanggal pemrakarsaan lease  didefinisikan sebagai tanggal perjanjian lease, permulaan periode lease terjadi saat perjanjian lease mulai berlaku, yaitu jika harta yang dilease telah diserahkan kepada lease.
·           Akhir jangka lease (end of the lease term)
Akhir periode lease yang ditetapkan dimana pembatalan tidak boleh dilakukan ditambah semua periode.
·      Opsi pembelian dengan harga murah (bargain Purchases Option)
Lease kerap kali mengandung ketentuan yang memberikan hak kepada lesse untuk membeli harta yang dilease pada suatu hari dimasa depan. Harga beli yang pasti atau harga opsi dapat ditetapkan meskipun dalam beberapa kasus harga tersebut dinyatakan sebagai nilai pasar wajar pada tanggal opsi dimanfaatkan. Jika harga opsi yang telah ditetapkan ini diperkirakan jauh lebih kecil dibandingkan dengan harga atau nilai pasar wajar pada tanggal pemanfaat opsi pembeli, maka dalam hal ini sudah tersirat opsi pembelian dengan harga murah.
·      Nilai sisa atau Residu (Residual Value)
Nilai pasar harta yang dilease pada akhir periode lease disebut nilai sisa atau residu. Dalam beberapa lease, periode lease melampaui umur ekonomis aktiva. Dalam lease lainnya periode lease lebih singkat dan nilai residu tidak ada. Jika lesse dapat membeli aktiva itu pada akhir periode lease dengan harga yang jauh lebih kecil daripada nilai residunya, maka obsi pembelian dengan harga murah sudah ada, dan dapat diandalkan bahwa lesse akan melaksanakan opsi ini dan membeli aktiva tersebut.
Beberapa kontrak lease mewajibkan lesse atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk menjamin nilai residu minimum aktiva. Dan jika nilai pasar wajar pada akhir periode lease turun dibawah nilai residu yang dijamin, maka lesse atau pihak ketiga harus membayar selisih tersebut.


·           Pembayaran lease minimum (Minimum Lease Payments)
Yaitu pembayaran sewa yang diminta selama periode lease ditambah dengan jumlah yang harus dibayar untuk nilai residu, entah melalui opsi pembelian dengan harga murah atau penjamin nilai sisa. Pembayaran sewa kadang-kadang mencakup beban asuransi, pemeliharaan dan pajakyang timbul atas harga yang lease. Pengeluaran itu disebut biaya eksekutori dan tidak dimasukkan sebagai bagian dari pembayaranlease minimum. Jika lessor memasukkan beban untuk penyisihan labanya di dalam biaya ini, maka laba tersebut juga dianggap sebagai biaya eksekutori.

Contoh perhitungan lease minimum
Olaf Leasing Co (lesse) melease peralatan pembangunan jalan raya selama 3 tahun dengan pembayaran sebesar Rp 3.000 per bulan. Di dalam pembayaran sewa ini, termasuk biaya eksekutori sebesar Rp 500 per bulan untuk menutup asuransi dan pemeliharaan peralatan tersebut. Pada akhir tahun ke 3, nilai residu bagi Olaf dijamin oleh lesse Rp 10.000
Pembayaran lease minimum:
Pembayaran sewa tanpa biaya eksekutori (2.500*36)                       90.000
Nilai residu yang dijamin                                                                       10.000 +
Total pembayaran lease minimum                                                   100.000

Ada 2 suku bunga yang berbeda yang harus dipertimbangkan dalam menghitung nilai sekarang pembayaran lease minimum, yaitu:

o   Suku bunga pinjaman inkremental (incremental borrowing rate)
Suku bunga yang akan ditanggung lesse jika ia meminjam sejumlah uang yang diperlukan untuk membeli aktiva yang dilease dan di dalamnya diperhitungkan keadaan keuangan lesse dan kondisi yang berlaku di pasar.

o   Suku bunga implisit (implicit interest rate)
Suku bunga yang akan digunakan untuk mendiskontokan pembayaran lease minimum ke nilai pasar wajar aktiva pada saat lease terjadi.
Lessor memakai suku bunga implisit dalam menentukan nilai sekarang pembayaran lease minimum.
       Akan tetapi pihak lesse memakai suku bunga implisit atau suku bunga pinjaman inkremental, mana yang lebih rendah. Jika lesse tidak mengetahui suku bunga implisit maka lesse harus memakai suku bunga pinjaman inkremental. 

Pencatatan Transaksi Leasing Pada Penyewa (lesse)
a. Operating Lease
Dalam hal sewa guna usaha diperlakukan sebagai operating lease, trasansi leasing oleh pihak penyewadicatat sebagai transaksi sewa-menyewa biasa. Dengan demikian pembayaran sewa berkala dicatat debet akun Beban Sewa, dan kredit akun Kas. Apabila dalam perjanjian sewa guna usaha ditetapkan pembayaran berkala dalam jumlah yang berbeda, beban sewa untuk setiap periode dihitung dengan menggunakan metode Garis Lurus (Straight Line Method).
Contoh : PT. SAMUDRA menyewa peralatan pabrik dari PT. SAKURA untuk masa sewa 5 tahun dengan syarat sebagai berikut :
1.    Sewa dibayar dimuka tiap tgl 2 Januari. Untuk tahun pertama jatuh pada tanggal 2 Januari 2001.
2.    Jumlah sewa tahun pertama dan kedua masing-masing sebesar Rp. 30.000.000,00. Sementara untuk tahun ketiga , keempat dan kelima masing-masing Rp. 20.000.000,00.
Dari data contoh diatas, jumlah sewa untuk masa 5 tahun adalah 2 X Rp. 30.000.000,00 + 3 X Rp.20.000.000,00. Dengan menggunakan metode garis lurus, jumlah sewa tiap tahun adalah Rp.120.000.000,00.: 5 = Rp 24.000.000,00
Pembayaran sewa untuk tahun 2001 sebesar Rp. 30.000.000,00. dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Jan. 2 Beban Sewa Rp. 24.000.000,00 -
Sewa Dibayar Dimuka Rp. 6.000.000,00 -
Kas - Rp. 30.000.00,00

Pembayaran sewa untuk tahun 2002 sebesar Rp. 30.000.000,00. dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Jan. 2 Beban sewa Rp. 24.000.000,00 -
Sewa dibayar Dimuka Rp. 6.000.000,00 -
Kas - Rp. 30.000.000,00
Pembayaran sewa untuk tahun 2003 (tahun ketiga) sebesar Rp. 20.000.000,00. dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Jan. 2 Beban sewa Rp. 24.000.000,00 -
Sewa dibayar Dimuka - Rp. 4.000.000,00
Kas - Rp. 20.000.000,00
Demikian pula untuk pembayaran sewa tahun keempat dan kelima, dicatat dengan jurnal seperti ada pembayaran sewa tahun ketiga diatas, sehingga akun Sewa Dibayar Dimuka selama masa sewa guna usaha(secara keseluruhan) akan tampak seperti dibawah ini

Sewa Dibayar Dimuka
Jan. 2, 2001 Rp. 6.000.000,00 Jan. 2, 2003 Rp. 4.000.000,00
Jan. 2, 2002 Rp. 6.000.000,00 Jan. 2, 2004 Rp. 4.000.000,00
Jan. 2, 2005 Rp. 4.000.000,00
Pada ahir masa guna, akun Sewa Diby\ayar Dimuka tidak mempunyai saldo. Ada kalanya sewa pada tahun-tahun pertama lebih kecil daripada sewa tahun-tahun terahir. Misalnya : dari data contoh dimuka, sewa pada tahun pertama, kedua dan ketiga masing-masing sebesar Rp.20.000.000,00. Sementara sewa untuk tahun keempat dan kalimat masing-masing Rp.30.000.000,00. Dalam hak demikian, pembayaran sewa untuk pertama, kedua dan ketiga, masing-masing dicatat dalam jurnal berikut :
Jan. 2             Beban sewa Rp. 24.000.000,00 -
              Hutang Sewa - Rp. 4.000.000,00
                                       Kas - Rp. 20.000.000,00
Pembayaran sewa untuk tahun keempat dan kelima, masing-masing dicatat dengan jurnal sebagai berikut :
Jan. 2   Beban sewa Rp. 24.000.000,00 -
              Hutang Sewa Rp. 6.000.000,00 -
                                       Kas - Rp. 30.000.000,00
Dalam hal jatuh tempo pembayaran sewa pada saat periode akuntansi sedang berjalan, misalnya dari data pada contoh dimuka, pembayaran sewa untuk tahun 2001 jatuh pada tgl 1 April 2001. Dalam hal demikian pada ahir periode harus dibuat penyesuaian. Jurnal penyesiaian yang dibuat 31 Desember 2001, sebagai berikut :
Des.31 Sewa Dibayar Dimuka Rp. 6.000.000,00 -
                                       Beban Sewa - Rp. 6.000.000,00
(mencatat sewa bulan Januari, Februari dan Maret 2002 yang telah dibayar tahun 2001)

Sehubungan dengan Pos jurnal penyesuaian di atas, pada awal
Sehubungan dengan Pos jurnal penyesuaian di atas, pada awal periode tahun 2002, dibuat jurnal pembalik sebagai berikut :

Jan. 2 Beban Sewa Rp. 6.000.000,00 -
Sewa Dibayar Dimuka - Rp. 6.000.000,00
b.Lease Modal (Capital Lease)
Apabila suatu sewa guna usaha memenuhi criteria untuk di perlakukan sebagai capital lease, transaksi leasing dicatat oleh pihak penyewa sebagai suatu transaksi pembelian aktiva tetap dengan syarat kredit jangka panjang. Dengan demikian dicatat debet pada akun Aktiva Sewa Guna Usha dan kredit akun hutang.
Aktiva sewa guna asaha dinilai berdasarkan harga terendah antara harga pasar wajar, dengan jumlah sewa terendah yang dibayar selama masa sewa guna usaha, ditambah dengan harga beli atau nilai residu aktiva yang bersangkutan pada ahir masa sewa yang telah disepakati bersama.
Aktiva sewa guna uasaha olek pihak penyewa harus disusutkan dengan menerapkan metode penyusutan yang biasa digunakan. Apabila kontrak sewa guna usaha mencantumkan adanya pengalihan hak milik, atau adanya hak bagi penyewa untuk membeli aktiva sewa guna usahaa dan ahir masa sewa, maka usia ekonomis aktiva yang bersangkutan dijadikan dasar untuk menentukan besarnya penyusutan. Sementara jika dalam kontrak sewa guna usaha tidak menyebutkabn dua kriteria tersebut diatas, untuk menentukan jumlah penyusutan digunakan masa sewa guna usaha sebagai usia penggunaan aktiva tetap yang bersangkutan.
Didalam jumlah sewa yang dibayar secara berkala, mengandung unsur harga aktiva sewa guna usaha dan beban bunga. Oleh karena itu setiap pembayaran sewa, dipisahkan menjadi jumlah pembayaran hutang yang merupakan sewa terendah, dan jumlah pembayaran beban bunga.
Sebagai ilustrasi pencatatan sewa guna usaha yang diperlakukan sebagai capitral lease pada pihak penyewa, misalkan PT. GIONI menyewa peralatan dari PT> JAYA SARANA. Ketentuan sewa guna usaha, sebagai berikut :
1.      Masa sewa guna usaha selama 5 tahun, dengan syarat tidak dapat dibatalkan.
2.      Sewa tiap tahun Rp. 20.000.000,00. dibayar dimuka tiap tgl 1 Januari. Sewa tahun pertama jatuh pada tgl 1 januari 2000.
3.      Biaya pelaksanaan selam masa sewa (executory Cost) dibayar oleh penyewa.
4.      Tidak mada ketentuan yang menyebutkan adanya pengalihan hak milik dan hak bagi penyewa untuk membeli pada ahir masa sewa.
Data lain sehubungan dengan transaksi leasing di atas adalah sebagai berikut :
1.               Harga pasar wajar peralatan yang disewa sebesar Rp. 82.000.000,00
2.               Usia ekonomis peralatan yang bersangkutan selama 5 tahun.
3.               PT. JAYA SARANA memperhitungkan bunga 122% setahun.
4.               PT. GIONI menyusutkan aktiva tetap dengan metode Garis Lurus.
Untuk menentukan nilai sewa guna uasah harus dihitung dulu nilai tunai untuk tingkat bunga 12%, masa sewa 5 tahun dengan pembayaran dimuka yaitu 4,03733. Dengan deimkian nilai tunai sewa terendah dari data contoh diatas adalah 4,03733 X Rp. 20.000.000,00 = Rp.80.746.600,00. Jumlah tersebut lebih besar dbanding 90% X Rp. 82.000.000,00 (harga pasar wajar aktiva yang bersangkutan)
Hasil perhitungan diatas dijadikan dasar untuk memberlakukan sewa guna usaha pada contoh diatas sebagai capital lease. Dengan nilai Rp. 80.746.600,00. Jumlah ini dicatat debet pada akun Peralatan Sewa dari Lease Modal. Selanjutnya setiap ahir periode disusutkamn (didepresiasi) dengan metode garis lurus.



KRITERIA PENGGOLONGAN LEASE (Lease Classification Criteria)

1.     Lease mengalihkan pemilikan harta kepada lesse pada akhir periode lease
Lease mengandung ketentuan yang mengalihkan pemilikan sepenuhnya atas harta kepada lesse pada akhir periode lease.

2.     Lease memuat opsi pembelian dengan harga murah
Lease berisikan opsi pembelian dengan harga murah sehingga cukup dapat dipastikan bahwa harta tersebut akan di beli oleh lesse pada suatu saat.
Kriteria ini lebih sulit diterapkan daripada kriteria pertama karena nilai pasar wajar aktiva yang dilease itu dikemudian hari harus di taksir pada tanggal pemrakarsaan lease dan dibandingkan dengan harga opsi pembelian guna menentukan apakah pembelian dengan harga murah benar-benar sudah terkandung di dalamnya

3.   Jangka lease sama dengan atau lebih dari 75% taksiran umur ekonomis harta yang dilease
Periode lease meliputi periode pembaharuan perjanjian lease jika pembaharuan atau perpanjangan tampaknya pasti dilakukan.
Kriteria ini sulit diterapkan secara obyektif karena adanya ketidakpastian tentang umur ekonomi aktiva.
Kriteria ini juga tampaknya mudah dimanipulasi untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Perkecualian terhadap kriteria umur ekonomis di buat untuk barng bekas tertentu.
FASB mengakui bahwa barang bekas mungkin saja di lease sekalipun sudah mendekati akhir umur ekonomis, dan kriteria ini akan mengakibatkan pengkapitalisasian semua lease seperti itu.
FASB menetapkan bahwa kriteria ini tidak berlaku bagi lease yang terjadi dalam 25% terakhir umur ekonomis aktiva yang di lease. Harus juga diakui bahwa kriteria ini tidak dapat diterapkan untuk lease tanah, karena umur tanah tidak terbatas.

4.    Nilai sekarang pembayaran lease minimum, tidak termasuk bagian yang merupakan   biaya eksekutori, sama dengan atau lebih besar daripada 90% nilai pasar wajar harta
Nilai sekarang pada awal periode lease dari pembayaran lease minimum, tidak termasuk biaya eksekutori, sama dengan atau lebih 90% dari nilai pasar wajar aktiva.
Kriteria ini dimaksudkan sebagai faktor kunci dalam menentukan adanya lease modal.
Jika lesse wajib membayar hampir semua nilai pasar wajar aktiva yang di lease, dalam bentuk nilai sekarang, maka lease tersebut hakikatnya adalah pembelian harta.
Tapi penerapan kriteria ini juga sulit dan bisa dimanipulasi lesse maupun lessor.
Varibel kunci dalam kriteria ini adalah pembayaran lease minimum yang didiskontokan tanpa mencakup biaya eksekutori.

Fitur dari perjanjian sewa yang menyebabkan masalah akuntansi yang unik adalah:
1. Nilai sisa
2. Penjualan tipe sewa (Lessor)
3. Bargain opsi beli
4. Biaya langsung awal
5. Saat ini tidak lancar versus klasifikasi
6. Penyingkapan Nilai sisa
Sampai saat ini, dalam rangka untuk mengembangkan isu akuntansi dasar yang berhubungandengan penyewa dan lessor akuntansi, kita umumnya mengabaikan nilai residu. Akuntansiuntuk nilai residu adalah kompleks dan mungkin akan menyediakan Anda dengan chailengeterbesar di bawah berdiri akuntansi sewa guna usaha.Rerata Nilai SisaResidual adalah estimasi nilai wajar aktiva sewaan pada dan masa sewa. Sering, sebuah axistsnilai yang signifikan dan sisa pada masa sewa, terutama whem kehidupan ekonomi dari asetsewaan melebihi masa sewa. Jika judul tidak lulus secara otomatis kepada penyewa (kriteria1) dan pilihan murah-beli tidak ada (kriteria 2), ditahan kembali penyewa fisik aset kepadalessor pada akhir masa sewa.Dijamin versus term Nilai sisa mungkin tidak terjamin atau dijamin oleh lessee.
Kadang-kadang, penyewa setujuuntuk membuat kekurangan apapun di bawah jumlah yang menyatakan bahwa lessor menyadari nilai residu pada akhir masa sewa. Dalam kasus seperti itu, bahwa jumlah lainadalah nilai sisa yang terjamin.Para pihak untuk penggunaan sewa guna usaha dijamin dengan nilai sisa dalam pengaturansewa untuk dua alasan. Yang pertama adalah alasan bisnis yang: melindungi lessor terhadapkerugian nilai residu diperkirakan, dengan demikian memastikan lessor dari tingkat yangdiinginkan pengembalian investasi. Alasan kedua adalah keuntungan akuntansi yang Andaakan belajar dari diskusi di akhir bab ini.Pembayaran sewa Nilai sisa yang terjamin-menurut definisi-memiliki jaminan lebih realisasi daripada nilai leaseterm. Akibatnya, lessor dapat menyesuaikan pembayaran sewa karena kepastian peningkatan pemulihan. Setelah lessor establisnes pembayaran, tidak ada bedanya dari sudut pandangakuntansi apakah nilai sisa dijamin atau tidak terjamin. Nilai investasi bersih bahwa catatan(Setelah pembayaran diatur) akan sama.
AKUNTANSI LEASE JENIS PENJUALAN
Dalam hal ini lessor adalah pabrikan, dimana equipment yang dileasekan oleh lessor adalah barang hasil produksinya sendiri. Barang yang dileasekan oleh lessor pada akhirnya akan di jual kepada pihak lessee, karena tujuan utama lessor adalah menjual barang produksinya dengan menggunakan lease sebagai suatu cara untuk mempermudah pemasaran. Transaksi ini melibatkan suatu keuntungan atau kerugian bagi lessor atas penyerahan harta kepada lessee.
o   Lease Jenis Penjualan Tanpa Nilai Residu ( Sales Type Leases With No Residual )
Lease yang digunakan untuk memasarkan hasil produksi pada umumnya mempunyai dua komponen laba, yaitu :
- Pendapatan keuangan ( financial revenue ) atau bunga.
- Laba atau rugi pabrik.
Tiga nilai yang harus diidentifikasi untuk menentukan unsur – unsur laba tersebut adalah :
· Pembayaran lease terendah, dalam hal ini adalah pembayaran sewa selama masa lease bersih dari tiap biaya pelaksanaan yang termasuk didalamnya ditambah jumlah yang dibayarkan menurut hak pembelian dengan harga murah atau jaminan atas nilai residu oleh lessee.
· Nilai pasar harta yang wajar yang sama dengan nilai tunai pembayaran lease terendah.
· Harga perolehan atau nilai kandungan harta bagi lessor yang dinaikkan dengan tiap biaya langsung pertama.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS